Surat ini aku tulis lagi menuju tanda tanya kesekian. Padahal kau tahu, aku menuliskan ini bersama hawa dingin yang menyusup, menguliti rongga-rongga yang mengaga lama. Angin tak pernah jera, masuk ke tubuhku. Hingga limbung nafasku. Aku ingin mengatakan, mengenai rindu yang telah lama terpendam dalam surat-surat tangan,mengenai hati yang tak pernah terjabar oleh kata kata. Memiris malam ke malam, dengan setumpuk air mata yang menjadi tinta bisu.
Jangan lagi, kita meniru sebagai bulan dan matahari yang enggan berpamitan secara bersamaan. Matahari yang kini pergi dan hilang ke barat langit. Sementara bulan sendiri, bertapa dengan sayap-sayap jelmaan dewa. Aku lagi menuliskan surat untukmu. Kau baik-baik saja di sana bukan? Memeram lama kenyataan yang mesti kita tempuh secara bergantian.
Aku ingin jadi satu cahaya yang setia di muka kehidupan. Agar ada juga gelap yang suka mengundang cahaya seperti satu yang ada di aku ini. Senyap ini, kuwartakan dalam kelebat angin persimpangan yang tak pernah menemukan letak halte pemberhentian. Pada sore tadi, aku melihat anak beramai-ramai bermain di pinggir rinai hal ganjil, membelah ingatan-ingatan pecah. Kau telah mengetahui masa laluku tak sesempurna lainnya, banyak retakkan yang kau temukan. Hingga serak nyanyian dalam zikir-zikirku yang entah mengembalikan aku pada kehidupan yang kusyukuri ini.
Satu siang, setelah kau hapus kata-kata memilih membulatkan kalimat. Katamu, pamit. Dan Bibir kita saling menampilkan senyuman kaku. Kita saling menatap, tapi tak tahu ada di mana mata kita. Tubuhmu jadi makin mengecil dalam pandanganku, ketika langkah kepergianmu menyusul matahari baru. Satu langkah telah memilih mataharinya, dan meninggalkan sinarnya yang tua.
Aku sedang menunggu hujan, lambat laun yang akan menyelesaikan babak-babak yang amat anggun. Kau sedang apa? Mungkinkah, sedang melihat fotoku yang aneh. Antara senyuman dan murung, bahkan seakan melihat dua wajah berbeda dalam satu Pria. Jangan bersedih, aku tak mampu membubuhkan lagi butiran air mata dan menerjemahkannya langsung untukmu saat ini,tak perlu kau risaukan aku,aku sudah terbiasa dihukum oleh waktu untuk selalu menunggumu , menerima kenyataan yang sangat pedih dihatiku kalau kau memang tidak pernah ada disini,dan menjalani sebuah kesakitan yang sangat ku tanggung sendiri bahwa kau tidak pernah mengetahui perasaan ku yang teramat padamu,bahkan kelak ketika kau mendapti surat ini saya hanya ingin kau tau aku begitu sangat merindukanmu dalam perasaanku yang tak pernah berubah,entah denganmu ? ,aku selalu berharap dalam hidup ini memiliki sedikit waktu kesempatan untuk bisa mengungkapkan semuanya kepadamu sebelum nafasku yang kadang tersenggal benar-benar akan berhenti seketika,kadang saya begitu iri kepada orang-orang terdekatmu yang begitu leluasa bisa bertemu denganmu menghabiskan waktu hingga sore hari menikmati indahnya matahari yang terbenam dimata kita yang kian nanar, mungkin kau masih ingat saat orang gila yang kau kenal itu pernah membawaknmu sebuah kue tart yang berantakan pas dihari ulang tahunmu, saat itu sungguh hari yang sangat kacau kukira,ditambah hal-hal yang tidak pernah kau tau yang akan membuatmu tertawa bila mengetahui hal-hal bodoh apa saja yang pernah ku lakukan padamu tanpa pernah kau sadari,tentunya kau tak pernah tau ,kalau diam-diam saya pernah selalu menungguimu untuk berangkat kesoklahmu pada saat itu, lebih sering menyamar sebagai tukang ojek yang siap mengantarmu , tentunya kau tidak bakal mengenaliku dengan skrap dimuka yang selalu menutup sebagaian wajahku , tapi kau memang tidak pernah berubah sejak masih dibangku menengah pertama kau hanya selalu memilih tukang ojek yang usianya tua untuk kau percayakan dirimu diantarnya kesekolahmu pada saat itu,bukan karena saya ingin mendapat kesempatan untuk bisa mengantarmu atau dekat denganmu,tidak. kulakukan itu semua hanya karena saya tidak tega melihatmu terkadang harus jalan sejauh itu atau berdiri lama menunggu kendaraan sembari memakai jaket biru yang biasa kau kenakan hari itu, dan juga mungkin kau tak pernah tau ada pria yang selalu setia menunggumu setiap malamnya melihatmu dari kejauhan disamping "talla" sebuah lapangan sepak bola yang persis berhadapan dengan tempatmu kursus kala itu,bahkan ia hafal jam-jam dimana kau akan pulang ataukah rute jalanan yang biasa kau lalui pada saat kau pulang dari tempatmu belajar,tentu hal gila yang ia lakukan tidak hanya disitu,bahkan ia memberanikan diri menelpon ketempat kursusmu mengaku sebagai tukang ojek langgananmu yang minta untuk dijemput walau ia tau kau lebih senang dan sering pulang dengan berjalan,tentu bukan tanpa alasan,ia seperti itu hanya untuk memastikan kau sudah pulang apa belum kala itu saat ia telah lama menunggumu hingga hampir larut malam disebrang jalan lantas ia belum juga melihatmu pulang , sampai akhirnya ia tau kalo kamu sedang berlibur dikampung halamanmu menikmati masa liburan,pria itu dengan kegilaanya melakukan itu semua hanya karena ia sangat khawatir dengan sikapmu yang terlalu berani sebagai seorang wanita yang selalu berjalan sendirian melewati jalanan yang sepi tiap malamnya,kukira masih banyak hal-hal gila yang tak pernah sempat ia ceritakan kepadamu, ia sadar dengan duduk mendengarkan semua kegilaan yang ia lakukan akan sangat membuang waktumu yang sangat berharga,karena itu ia tidak mau itu terjadi, oleh sebabnya ia banyak memilih diam untuk tidak pernah menceritakan ,bukan karena ia tidak mau berbagi hanya saja ia tidak ingin dikasihani olehmu untuk semua kegilaan yang pernah ia lakukan,baginya biarlah semuanya tetap menjadi rahasia yang akan terkubur bersama jasadnya kelak,ia sadar suatu hari kau akan benar-benar berhasil melupakanya tapi tidak akan pernah benar-benar mudah untuknya seperti itu, dan malam ini, aku lebih mengharapkan kau tersenyum di sana,yang seperti katamu tanpa ada aku dalam alasan dan tidak pernah ada aku didalam hatimu. Dua hal yang mungkin kini jadi berbeda, telinga dan mata. Jangan biarkan matahari kita terlambat datang, di masa kemudian.
10 Juni 2012