Jumat, 02 Mei 2014

Hatiku seperti bulan


lama kupandangi matahari itu dari jendela kamarku, sebelum akhirnya sadar bahwa bukan matahari yang kupandangi tapi bulan. jadi bulan yang kupandangi dari tadi bukan matahari. rupanya bukan siang tapi malam hari. jadi segala yang ada tadi benar benar terjadi dalam mimpiku. kuingat ingat lagi kegiatanku sebelumnya. tadi aku di simpang jalan; menuliskan itu atau mencobakan ini. mencobakan ini atau melanjutkan tulisan itu. saat mencoba coba itulah aku tertidur. ilerku rasanya seperti biasa: terbenam di bantal. sering aku menciumi kembali bantal bantalku di pagi hari, hanya untuk menemui ilerku kembali. ilerku di mana kamu kataku lalu aku membalik balik bantalku. kami di sini ah bukan, kamu bukan di sini tapi di situ.

aku membalik bantalku dan mereka memang di situ, sembunyi di pojok bantalku. tapi selalu aku berhasil menemukan ilerku di bantal yang seharian telah menopang kepalaku. kadang bantalku dalam tidurku kuubah posisinya: bukan di kepala lagi tapi kujepit dengan kedua kakiku. kamu di sini dulu ya, di kaki, sebab kepalaku rasanya sakit dan biarkan ia sendirian dulu. jangan diganggu. orang sakit butuh istirahat dan biarkan dia istirahat. ikhlaskanlah, kataku dan kubelai belai kakiku agar mereka mau menerima pandanganku itu. biarkan mereka sejenak saja kataku sambil terus mengusap ngusap kakiku. kukira nyamuk yang membuat aku terbangun sebelum aku tidur lagi. entahlah, sekali itu kubiarkan saja nyamuk menggigit badanku. biarlah kataku, dia juga butuh makan dan biarkan ia makan sambil mengisap darah dari tubuhku. toh aku tidak akan mati hanya karena nyamuk mengisap makanannya dari badanku ini.

lalu aku berpikir tentang bulan itu. jadi yang kupandangi dari tadi adalah bulan bukan matahari. kalau begitu hari memang malam bukan siang hari. artinya segala kegiatanku tadi berjalan dalam mimpi bukan dalam kenyataan. aku tersenyum kepada bulan dan entah mengapa aku tiba tiba ingin berkata kata kepadanya. aku tahu kataku bulan, kamu begitu jauh dan aku tak mungkin bisa menjangkaumu. tapi tak mengapa walau kamu tidak akan mendengar kata kataku ini. aku ingin berkata kata kepadamu bulan dan dengarlah kata kataku, jadi akhirnya aku ini bermimpi bukan sedang terjaga. jadi segala kegiatanku seharian tadi tidak ada yang nyata.

tapi bulan wahai bulan kau dengarkah bulan, mengapa buku buku yang kubayangkan itu ada semua di sampingku ini. aku membayangkan sisinya bukan membayangkan fisiknya. fisiknya memang ada dan isinya yang kubayangkan memang nyata. aduh bulan kataku, apakah aku ini mimpi atau aku ini tidak mimpi. nyata sekali kupingku tadi dipegang seseorang dan kudengar suara cuuus itu dan kulihat benda putih mungil kini di telinga kiriku. tapi aku tidak bergerak ke mana mana. sudah lama aku tidak bergerak ke mana mana. di sini saja berkawan dengan kamu, bulan, walau aku rasanya bergerak ke sana dan ke mari, nyatanya aku di sini saja dan kita pun terus bercakap cakap.

sekali lagi mataku memandang ke langit. di sanalah malam dengan bintang dan bulan. mataku hanya memandang ke bulan. kadang kurasakan bulan itu setelah lama kupandangi ia turun, mendekat ke jendela kamarku dan saat itu aku melihat bulan di depan mataku. aku terpesona, benda langit itu benar benar seperti bulan yang kita pandangi dari bumi. warnanya kuning dan bentuknya bulan dan yang paling penting, ia telah ada di depan jendela kamarku. aku senang sekali melihat bulan di sini. kamu turun kataku bulan dari langitmu. iya aku turun dari langitku hanya untuk melihat kamu, kata bulan itu dan aku malu malu tapi kukatakan kepada bulan. bulan kalau kamu mau masuk masuk ya. aku senang kamu duduk di tepian ranjangku ini. atau duduk di meja kerjaku. atau sekaligus mengetik di mesin ketikku. pokoknya anggap rumahmu sendiri bulan.

dulu aku berkawan dengan kucing tapi kucingku sudah mati bulan. kini tak ada lagi kawanku dan kalau kamu mau, aku mau kamu jadi kawanku tapi apakah kamu betah tinggal di sini bulan. apakah kamu tidak akan kembali lagi ke langitmu. hampa dan kosong sekali rasanya, saat aku berpikir sampai ke sini tiba tiba di depanku bulan itu menghilang. cepat sekali ia bergerak. saat aku pandangi langit, tahu tahu bulan itu sudah terpasang di sana lagi. bulan kataku, jauh sekali kamu di sana sedang aku di sini. apakah ilusiku saja saat kurasakan kamu tadi hadir di kamarku ini bulan.

bulan itu bersinar di langit. dari jauh ia melihat ke diriku dan dari jauh pula kurasakan dirinya membelai belai dadaku, lalu masuk ke dalam diriku dan akhirnya diam sebagai hatiku. sekali ini aku menolak, aku takut itu mimpi lagi alias tak nyata. kutolak bukan dalam hatiku. keluarlah bulan kataku, biarkan hatiku seperti hatiku selama ini saja. kukira tempatmu di langit bukan di dalam dadaku ini.